HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)

HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)
Dr. Yusuf Qardhawi
 
Pertanyaan
 
Al-Qur'anul Karim dan Hadits  Syarif  menyebutkan  pengharaman
khamar,  tetapi  tidak  menyebutkan  keharaman  bermacam-macam
benda padat yang memabukkan, seperti ganja  dan  heroin.  Maka
bagaimanakah  hukum  syara'  terhadap  penggunaan  benda-benda
tersebut,    sementara    sebagian    kaum    muslim     tetap
mempergunakannya    dengan    alasan    bahwa    agama   tidak
mengharamkannya?
 
Jawaban
 
Segala  puji  kepunyaan  Allah,  shalawat  dan  salam   semoga
tercurahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
 
Ganja,  heroin,  serta  bentuk  lainnya baik padat maupun cair
yang terkenal dengan  sebutan  mukhaddirat  (narkotik)  adalah
termasuk    benda-benda    yang    diharamkan   syara'   tanpa
diperselisihkan lagi di antara ulama.
 
Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:
 
 1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang
    dikemukakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:
 
        "Khamar ialah segala sesuatu yang menutup akal."1
 
    Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal
    dari tabiatnya yang dapat membedakan antar sesuatu dan
    mampu menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan
    mempengaruhi akal dalam menghukumi atau menetapkan
    sesuatu, sehingga terjadi kekacauan dan ketidaktentuan,
    yang jauh dipandang dekat dan yang dekat dipandang jauh.
    Karena itu sering kali terjadi kecelakaan lalu lintas
    sebagai akibat dari pengaruh benda-benda memabukkan itu.
    
 2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk
    dalam kategori khamar atau "memabukkan," maka ia tetap
    haram dari segi "melemahkan" (menjadikan loyo). Imam Abu
    Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah.
 
        "Bahwa Nabi saw. melarang segala sesuatu yang
         memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)."2
 
    Al-mufattir ialah sesuatu yang  menjadikan  tubuh  loyo  tidak
    bertenaga.    Larangan   dalam   hadits   ini   adalah   untuk
    mengharamkan, karena itulah hukum asal  bagi  suatu  larangan,
    selain   itu   juga  disebabkan  dirangkaikannya  antara  yang
    memabukkan --yang sudah disepakati haramnya-- dengan mufattir.
    
 3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk  dalam
    kategori  memabukkan  dan  melemahkan,  maka ia termasuk dalam
    jenis  khabaits  (sesuatu  yang   buruk)   dan   membahayakan,
    sedangkan  diantara ketetapan syara': bahwa lslam mengharamkan
    memakan  sesuatu  yang  buruk  dan  membahayakan,  sebagaimana
    flrman   Allah   dalam   menyifati  Rasul-Nya  a.s.  di  dalam
    kitab-kitab Ahli Kitab:
 
        "... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
        mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ..."(al-A'raf:
        157)
 
    Dan Rasulullah saw. bersabda:
 
        "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
        memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain."3
 
    Segala sesuatu yang membahayakan manusia adalah haram:
 
        "Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
        adalah Maha Penyayang kepadamu." (an-Nisa': 29)
        
        "... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam
        kebinasaan ..." (al-Baqarah: 195)
 
Dalil lainnya  mengenai  persoalan  itu  ialah  bahwa  seluruh
pemerintahan   (negara)  memerangi  narkotik  dan  menjatuhkan
hukuman  yang  sangat  berat  kepada  yang  mengusahakan   dan
mengedarkannya.   Sehingga   pemerintahan  suatu  negara  yang
memperbolehkan khamar dan  minuman  keras  lainnya  sekalipun,
tetap memberikan hukuman berat kepada siapa saja yang terlibat
narkotik. Bahkan  sebagian  negara  menjatuhkan  hukuman  mati
kepada  pedagang dan pengedarnya. Hukuman ini memang tepat dan
benar, karena  pada  hakikatnya  para  pengedar  itu  membunuh
bangsa-bangsa  demi mengeruk kekayaan. Oleh karena itu, mereka
lebih layak mendapatkan hukuman qishash dibandingkan orangyang
membunuh seorang atau dua orang manusia.
 
Syekhul   lslam  Ibnu  Taimiyah  rahimahullah  pernah  ditanya
mengenai apa  yang  wajib  diberlakukan  terhadap  orang  yang
mengisap  ganja  dan  orang  yang  mendakwakan bahwa semua itu
jaiz, halal, dan mubah?
 
Beliau menjawab:
 
"Memakan (mengisap) ganja yang keras ini  terhukum  haram,  ia
termasuk  seburuk-buruk benda kotor yang diharamkan. Sama saja
hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi  mengisap  dalam  jumlah
banyak  dan  memabukkan  adalah haram menurut kesepakatan kaum
muslim. Sedangkan orang yang  menganggap  bahwa  ganja  halal,
maka  dia  terhukum  kafir  dan diminta agar bertobat. Jika ia
bertobat maka selesailah  urusannya,  tetapi  jika  tidak  mau
bertobat  maka  dia  harus dibunuh sebagai orang kafir murtad,
yang tidak perlu dimandikan jenazahnya, tidak perlu dishalati,
dan  tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslim. Hukum orang
yang murtad itu lebih buruk daripada orang Yahudi dan Nasrani,
baik  ia  beriktikad  bahwa hal itu halal bagi masyarakat umum
maupun hanya untuk orang-orang tertentu yang beranggapan bahwa
ganja  merupakan  santapan  untuk berpikir dan berdzikir serta
dapat  membangkitkan  kemauan  yang  beku   ke   tempat   yang
terhormat, dan untuk itulah mereka mempergunakannya."
 
Sebagian orang salaf pernah ada yang berprasangka bahwa khamar
itu mubah bagi orang-orang tertentu, karena menakwilkan firman
Allah Ta'ala:
 
    "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
    mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah
    mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman
    dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka
    tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
    bertakwa dan berbuat kebajikan ..." (al-Ma'idah 93)
    
Ketika  kasus  ini  dibawa  kepada  Umar   bin   Khattab   dan
dimusyawarahkan dengan beberapa orang sahabat, maka sepakatlah
Umar dengan Ali dan para sahabat lainnya  bahwa  apabila  yang
meminum  khamar masih mengakui sebagai perbuatan haram, mereka
dijatuhi  hukuman  dera,  tetapi  jika   mereka   terus   saja
meminumnya  karena  menganggapnya  halal, maka mereka dijatuhi
hukuman mati. Demikian pula  dengan  ganja,  barangsiapa  yang
berkeyakinan  bahwa ganja haram tetapi ia mengisapnya, maka ia
dijatuhi hukuman dera dengan  cemeti  sebanyak  delapan  puluh
kali  atau  empat  puluh  kali, dan ini merupakan hukuman yang
tepat. Sebagian fuqaha memang tidak menetapkan  hukuman  dera,
karena  mereka  mengira  bahwa  ganja dapat menghilangkan akal
tetapi    tidak    memabukkan,    seperti    al-banj    (Ienis
tumbuh-tumbuhan  yang dapat membius) dan sejenisnya yang dapat
menutup akal tetapi tidak memabukkan.  Namun  demikian,  semua
itu  adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim. Barangsiapa
mengisapnya dan  memabukkan  maka  ia  dijatuhi  hukuman  dera
seperti  meminum  khamar,  tetapi  jika  tidak memabukkan maka
pengisapnya dijatuhi hukuman ta'zir yang lebih ringan daripada
hukuman  jald  (dera).  Tetapi  orang  yang menganggap hal itu
halal, maka dia adalah kafir dan harus dijatuhi hukuman mati.
 
Yang benar, ganja itu memabukkan seperti minuman keras, karena
pengisapnya    menjadi   kecanduan   terhadapnya   dan   terus
memperbanyak  (mengisapnya  banyak-banyak).   Berbeda   dengan
al-banj  dan lainnya yang tidak menjadikan kecanduan dan tidak
digemari. Kaidah syariat menetapkan bahwa barang-barang  haram
yang  digemari  nafsu  seperti khamar dan zina, maka pelakunya
dikenai hukum had, sedangkan yang tidak digemari  oleh  nafsu,
seperti bangkai, maka pelakunya dikenai hukum ta'zir.
 
Ganja ini termasuk barang haram yang digemari oleh pengisapnya
dan sulit untuk ditinggalkan. Nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah
mengharamkan  atas orang yang berusaha memperoleh sesuatu yang
haram  sebagaimana  terhadap  barang  lainnya.  Dan  munculnya
kebiasaan   memakan   atau  mengisap  ganja  ini  di  kalangan
masyarakat hampir bersamaan dengan  munculnya  pasukan  Tatar.
Karena  ganja  ini  muncul  lantas  muncul pula pedang pasukan
Tatar."4
 
Maksudnya, kemunculan atau kedatangan  serbuan  pasukan  Tatar
sebagai   hukuman   dari   Allah  karena  telah  merajalelanya
kemunkaran  di  kalangan  umat   Islam,   diantaranya   adalah
merajalelanya ganja terkutuk ini.
 
Di tempat lain beliau (Ibnu Taimiyah) berkata pula:
 
"Ada juga orang yang mengatakan  bahwa  ganja  hanya  mengubah
akal   tetapi   tidak   memabukkan  seperti  al-banj,  padahal
sebenarnya  tidak  demikian,  bahkan  ganja  itu   menimbulkan
kecanduan dan kelezatan serta kebingungan (karena gembira atau
susah), dan inilah yang mendorong seseorang untuk  mendapatkan
dan  merasakannya.  Mengisap  ganja  sedikit akan mendorong si
pengisap untuk meraih lebih banyak lagi seperti halnya minuman
yang  memabukkan, dan orang yang sudah terbiasa mengisap ganja
akan sangat sulit untuk meninggalkannya,  bahkan  lebih  sulit
daripada  meninggalkan  khamar.  Karena itu, bahaya ganja dari
satu segi lebih besar daripada bahaya khamar. Maka para fuqaha
bersepakat  bahwa  pengisap  ganja  wajib  dijatuhi  hukum had
(hukuman yang pasti bentuk dan bilangannya) sebagaimana halnya
khamar.
 
Adapun  orang  yang  mengatakan  bahwa masalah ganja ini tidak
terdapat ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dan  hadits,  maka
pendapatnya  ini  hanyalah  disebabkan  kebodohannya. Sebab di
dalam  Al-Qur'an  dan  hadits  terdapat  kalimat-kalimat  yang
simpel  yang  merupakan kaidah umum dan ketentuan global, yang
mencakup  segala  kandungannya.  Hal  ini   disebutkan   dalam
Al-Qur'an  dan  al-hadits  dengan  istilah  'aam (umum). Sebab
tidak mungkin menyebutkan setiap hal secara khusus (kasus  per
kasus)."5
 
Dengan  demikian,  nyatalah  bagi  kita  bahwa  ganja,  opium,
heroin,  morfin,  dan  sebagainya  yang  termasuk  makhaddirat
(narkotik)  --khususnya jenis-jenis membahayakan yang sekarang
mereka istilahkan dengan racun putih-- adalah haram dan sangat
haram  menurut  kesepakatan  kaum  muslim, termasuk dosa besar
yang membinasakan, pengisapnya wajib  dikenakan  hukuman,  dan
pengedar  atau pedagangnya harus dijatuhi hukuman mati, karena
ia memperdagangkan ruh umat untuk memperkaya dirinya  sendiri.
Maka   orang-orang  seperti  inilah  yang  lebih  utama  untuk
dijatuhi hukuman seperti yang tertera dalam firman Allah:
 
    "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
    bagimu, hai orang-orangyang berakal, supaya kamu bertakwa."
    (al-Baqarah: 179)
 
Adapun hukuman  ta'zir  menurut  para  fuqaha  muhaqqiq  (ahli
membuat  keputusan)  bisa saja berupa hukuman mati, tergantung
kepada mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.
 
Selain  itu,  orang-orang  yang   menggunakan   kekayaan   dan
jabatannya  untuk  membantu  orang yang terlibat narkotik ini,
maka mereka termasuk golongan:
 
    "... orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
    membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)
 
Bahkan kenyataannya, kejahatan dan kerusakan  mereka  melebihi
perampok  dan  penyamun,  karena  itu  tidak mengherankan jika
mereka dijatuhi hukuman seperti perampok dan penyamun:
 
    "... Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
    mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan
    yang beraL" (al-Ma'idah: 33)
 
  1 Muttafaq 'alaih secara mauquf sebagai perkataan Umar,
    sebagaimana disebutkan dalam al-Lu'lu' wal-Marjan (hadits
    nomor 1905), dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, hadits
    nomor 3669; dan Nasa'i dalam "Kitab al-Asyrabah."
    
  2 Abu Daud dalam "Kitab al-Asyrabah," nomor 3686.
    
  3 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu
    Abbas, dan dirinwayatkan Ibnu Majah sendiri dari Ubadah, dan
    para ulama hadits mengesahkannya karena banyak jalannya.
    
  4 Majmu' Fatawa, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, juz 24, hlm.
    213-214.
    
  5 Ibid, hlm. 206-207.
 
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 
Sumber : http://media.isnet.org